Kamis, 18 Agustus 2011

HOLOKAUS KAUM YAHUDI

Kegelapan menyelimuti Jerman di tahun 1933.  Partai Nazi meraih kekuasaan di sebuah Jerman yang bertahun-tahun menjadi ajang perkelahian jalanan, pawai penuh kebencian, serangan rasis, dan pekikan keras untuk berperang.  Pemimpin Nazi, Hitler, telah memenangkan suara terbanyak dalam pemilu dan diangkat menjadi kanselir.  Segera ia menjadi diktator Jerman yang tak terbantahkan.
13  tahun yang sulit antara 1933 dan 1945 akan menyaksikan kebengisan yang terus meningkat.  Kaum Nazi memulainya dengan membunuh musuh-musuh politiknya.  Lalu, mereka mulai bersemangat membunuh orang-orang tak bersalah yang mereka anggap “membahayakan” menurut teori-teori rasial dangkal mereka.  Mereka mulai menindas dan menyiksa kaum Yahudi dan minoritas lain yang tinggal di Jerman.  Itu lalu berubah menjadi pembunuhan massal di tahun 1939.  Kaum Nazi membunuh 11 juta orang di kamp-kamp konsentrasi mereka yang mengerikan, tanpa belas kasihan.  Kamp-kamp ini berubah menjadi mesin-mesin genosida, tempat teknologi secara sistematis dimanfaatkan membunuh dengan sadis para bayi, manula, dan orang sakit.  Selama Perang Dunia II, yang dikobarkan demi ideologi gila mereka, kaum Nazi melaksanakan tak terhitung pembunuhan massal di negara-negara yang mereka duduki, khususnya di negara-negara Eropa Timur, yang penduduknya mereka pandang sebagai anggota ‘ras rendahan’.  Total 55 juta orang tewas dalam perang itu, sedikitnya 30 juta di antaranya adalah kaum sipil tak bersalah yang dibunuh Nazi.
Singkatnya, antara tahun 1933 dan 1945, dunia adalah sebuah tempat kebuasan yang hingga saat itu tak dikenal.
Seluruh umat manusia berbag tanggung jawab untuk memastikan bahwa pembunuhan dan genosida sejenis tak pernah lagi terjadi, dan bahwa gagasan-gagasan gila tak pernah lagi dibiarkan tumbuh.  Karena itulah, penting untuk selalu mengingat kebiadaban Nazi di mana pun di dunia, mengenang para korbannya yang tak bersalah, dan tentunya memaparkan selengkap-lengkapnya kebodohan dan kebusukan gagasan-gagasan yang memunculkan kebuasan itu.  Itulah yang kami lakukan di bab ini.
Ideologi Nazi dan Musuh-Musuhnya

Ajaran sesat Darwinisme Sosial, yang menganggap ras manusia sebagai spesies hewan yang berbeda, mempertimbangkan penggunaan kekuatan gigi-dan-cakar terlihat di antara binatang sebagai sepenuhnya sah antara manusia.
Partai Nazi didirikan dan tumbuh di tahun 1920-an.  Di kurun waktu itulah Hitler dan para dedengkot Nazi lainnya muncul.  Namun, tak terbantahkan bahwa ideologi partai memiliki sejumlah pendahulu yang berpengaruh.
Teori ras adalah ajaran dasar Nazisme.  Seluruh ideologinya disandarkan pada premis (pokok gagasan) keunggulan ras Jerman, bahwa keunggulan itu terancam oleh ‘ras rendahan’, dan bahwa suatu rumusan rasis harus diterapkan demi melenyapkan ancaman.  Sumber pemikiran itu, pada akhirnya, adalah temuan abad ke-19 yang disebut ‘Darwinisme Sosial.’
Darwinisme Sosial tak lain dari teori evolusi Darwin yang diterapkan pada ilmu-ilmu sosial.  Dalam bukunya The Orgin of Species (Asal Mula Spesies), diterbitkan tahun 1859, dan The Descent of Man (Leluhur Manusia), diterbitkan tahun 1871, Darwin menyatakan bahwa makhluk-makhluk hidup berkembang sebagai hasil dari ‘pertarungan rasial,’ dan bahwa alam membuat ras-ras kuat mengungguli ras-ras lain.  Darwin menolak gagasan tatanan dan keserasian Ilahiah di alam, malah menyatakan bahwa semua ras dan mahluk hidup terus-menerus berada dalam keadaan bertikai.  Ia juga menyatakan bahwa ras kulit putih mengungguli ras-ras lain, dan akan segera menghapuskan ras-ras lain itu dari muka bumi.  Teori ini didukung mentah-mentah demi alasan-alasan ideologis, meskipun kurang memiliki bukti ilmiah apa pun.
Teori Darwin mendorong kebangkitan kembali yang tiba-tiba rasisme di kalangan cendekiawan Eropa.  Seorang pemikir Inggris, Herbert Spencer, menerapkan teori Darwin, yang dirumuskan lebih secara biologi, ke dalam ilmu-ilmu sosial, sehingga memunculkan ‘Darwinisme Sosial.’  Pendukung-pendukung teori itu yang paling bersemangat adalah pengarang Perancis, Arthur de Gobineau, yang umum dipandang sebagai bapak rasisme modern, dan penulis Inggris Houston Stewart Chamberlain, yang membawa teori rasis Gobineau ke tingkat fanatisme yang lebih tinggi lagi.  Meskipun orang Inggris, Chamberlain pengagum berat semua yang berbau Jerman.  Ia juga secara terbuka menyatakan diri musuh kaum Yahudi, dan membela pendapat bahwa ras Arya (ras-ras kulit putih keturunan Indo-Eropa) mengungguli ras-ras Semit (bangsa-bangsa Timur Tengah seperti Yahudi dan Arab).  Kebencian Chamberlain terhadap kaum Yahudi sebenarnya ungkapan permusuhannya terhadap agama-agama Ilahiah.  Ia membenci bangsa Israel, dari mana begitu banyak nabi muncul sepanjang sejarah, dan memandang bangsa itu lebih rendah daripada leluhur-leluhur bangsa Jerman yang pagan.
Chamberlain meninggal di tahun 1922, namun menerima seorang pelawat terkenal saat terbaring di ranjang kematiannya: Adolf Hitler.  Di bawah pengaruh Chamberlain dan ideologi Darwinisme Sosial lain yang serupa, Hitler merumuskan ideologi Nazinya.  Ia memberi judul bukunya Mein Kampf, di dalam mana ia beberkan pandangan-pandangan rasisnya, dari tesis ‘pertarungan antar-ras’nya Darwinisme Sosial.  Dalam pandangan Hitler, seluruh sejarah dunia terbentuk di sekitar ras Jerman:
1.  Hitler percaya bahwa ras Jerman unggul secara fisik dan mental terhadap ras-ras lain.  Ia menganggap ras-ras Semit dan Slavia secara khusus lebih rendah.  Dalam pandangannya, ras Jerman membutuhkan ruang lebih luas untuk hidup, dan perlu memperolehnya dengan menghabisi orang-orang Semit dan Slavia (Yahudi, Polandia, Rusia dll) di timur Jerman
.
2.  Hitler amat mementingkan ‘kemurnian’ ras Jerman.  Ia berpikir bahwa kewaspadaan-kewaspadaan secara fisik penting untuk menjaga kemurnian itu (dengan kata lain, orang Jerman harus dicegah dari mengawini atau pun berikatan dengan orang-orang lain ras), maupun kemurnian budaya (semua ‘pemikiran dan kepercayaan non-Jerman’ harus dihancurkan).
3.  Pada saat yang sama, konsep kemurnian ras Hitler mencakup ‘perbaikan’ ras Jerman seakan ras itu spesies hewan, oleh karenanya para pengidap penyakit keturunan perlu disisihkan dari masyarakat dan dibersihkan.
4.  Penghancuran ‘pemikiran dan kepercayaan non-Jerman’ berarti akan berakibat penghancuran semua pemikiran dan kepercayaan yang tak bisa sejalan dengan ideologi Nazi.  Kaum Nazi memandang orang Nasrani yang taat, kaum liberal, dan para anggota aliran agama lainnya sebagai unsur-unsur yang harus disingkirkan.
Jadi, ideologi rasis tak berbelas kasihan dari Darwinisme Sosial itulah yang melahirkan genosida dan pembantaian terburuk yang pernah disaksikan dunia.  Pada halaman-halaman berikut, kita akan menelaah kisah para korban tak bersalah kebiadaban Nazi itu.  Pertama kita akan membahas kaum Yahudi, sasaran utama Nazi, dan lalu mengungkapkan bangsa-bangsa lain, korban-korban ‘genosida yang terlupakan’, yang penderitaannya, yang tak kurang pedihnya daripada kaum Yahudi, telah terabaikan.
Jejak-Jejak Holokaus Kaum Yahudi
Setelah berkuasa, Nazi melakukan penindasan sistematis atas bagian-bagian masyarakat yang mereka anggap musuh.  Berada di urutan pertama adalah kaum Yahudi, yang digambarkan sebagai “sumber segala kejahatan di dunia’ dalam ideologi Nazi.  Bahkan sebelum berkuasa, gerombolan jalanan Nazi, dikenal sebagai SA (Pasukan Badai), telah melancarkan sejumlah serangan pada rumah-rumah dan toko-toko orang Yahudi.  SA hilang kendali ketika Nazi berkuasa.  Seorang Yahudi tua yang sedang berjalan kaki atau bocah Yahudi yang sedang berangkat ke sekolah, dapat dengan mudah diserang oleh SA dan gerombolan Nazi lainnya.  Pada tahun yang sama, Nazi memulai sebuah boikot yang ditujukan pada toko-toko dan usaha-usaha kaum Yahudi.  Poster-poster yang menggambarkan orang Yahudi sebagai monster jelek dan mengerikan, dan bertulisan “Jangan beli barang Yahudi,” ditempelkan di seluruh Jerman.  Sebuah undang-undang yang diterbitkan bulan September di tahun yang sama melarang kaum Yahudi memiliki tanah.  Pada bulan November, kaum Yahudi dilarang menjadi penyunting suratkabar.
Undang-undang lanjutan diterbitkan di tahun 1934, yang mengeluarkan orang Yahudi dari serikat persatuan dagang dan asuransi kesehatan, dan melarang mereka bekerja sebagai pengacara atau hakim.  Di tahun 1935, seluruh orang Yahudi dikeluarkan dari angkatan bersenjata.

Anak-anak di Jerman Hitler dibesarkan dengan ajaran anti-Semit. Atas: Anak-anak belajar slogan anti-Yahudi.
Dengan undang-undang Nuremberg tahun 1935, orang Yahudi tak lagi bisa bekerja di berbagai bidang masyarakat Jerman.  Mereka dilarang menikahi atau berikatan dengan orang Jerman.  Di tahun 1937, orang Yahudi tak lagi diizinkan menjadi guru, dokter umum, atau dokter gigi, dengan dalih bahwa ‘mereka akan secara fisik atau kejiwaan meracuni orang Jerman.’  Pada bulan November tahun itu, film anti-Semit ‘The Eternal Jew’ (Yahudi Abadi) mulai diputar di bioskop-bioskop seantero Jerman.
Di sekolah-sekolah, guru memperingatkan murid-muridnya tentang apa yang disebut ‘ancaman kaum Yahudi.’  Kaum Yahudi secara fisik dan mental dicerca selama pelajaran.  Cuplikan di bawah ini adalah sebuah cerminan menarik tentang bagaimana masyarakat telah dicuci otaknya di Jerman:
‘Kelas tujuh Pak Birgmann sangat bersemangat hari ini.  Sang guru sedang membicarakan kaum Yahudi.  Pak Birgmann menggambar sejumlah bentuk di papan tulis, dan setiap orang melihat bentuk-bentuk itu luar biasa memukaunya.  Pak Birgmann melihat arlojinya, ‘Sudah siang, anak-anak.  Kini kita harus simpulkan apa yang telah kita pelajari.  Apakah yang terakhir kita bahas?’
Setiap anak mengangkat tangan, dan Pak Birgmann mengangguk ke arah Karl Scholtz, yang duduk di barisan depan.
‘Kita belajar bagaimana mengenali orang Yahudi.’
‘Bagus sekali!  Dapatkah kamu jelaskan sedikit?’
Karl kecil berdiri dan menunjuk bentuk-bentuk di papan tulis: ‘Mudah sekali mengenali orang Yahudi dari hidungnya.  Hidung mereka tampak seperti angka enam dan disebut ‘enam Yahudi.’ Beberapa bangsa yang bukan Yahudi berhidung besar, namun hidung mereka mengarah ke atas, bukan ke bawah.  Hidung seperti itu disebut ‘paruh’ atau ‘elang.’  Tidak ada yang seperti hidung orang Yahudi.’
‘Bagus sekali!’ ujar sang guru.  ‘Richard, majulah dan jelaskan lagi tentang bagaimana mengenali orang Yahudi.’
Richard si rambut pirang dan periang mendekati papan tulis.  ‘Kalian dapat mengenali orang Yahudi dari gerak dan perilakunya.  Orang Yahudi selalu menganggukkan kepala ke depan.  Cara mereka berjalan juga lucu.  Mereka berlenggak-lenggok.  Mereka menggerak-gerakkan tangan saat berbicara.  Mereka memiliki suara yang ganjil, seakan-akan berbicara lewat hidung.  Bau mereka manis dan menjijikkan.  Kalian selalu dapat mengenali orang Yahudi jika berpenciuman yang baik’.
Sang guru tampak amat puas.
‘Baiklah anak-anak.  Waspadalah!  Jika kalian mengingat itu semua saat meninggalkan sekolah, orang Yahudi tak akan pernah mampu menipu kalian!’.
Sang guru lalu membalik papan tulis, dan seorang murid membacakan puisi yang tertulis di sana:
‘Iblis berbicara pada kita
Lewat wajah seorang Yahudi
Marilah kita bebas dari orang Yahudi
Sebuah wabah di setiap negeri
Marilah kita bergembira dan senang lagi
Segenap pemuda harus melawan
Para iblis ini sungguh menyesatkan!’
Permusuhan terhadap kaum Yahudi meningkat pesat dalam sebuah masyarakat yang dididik sepanjang baris-baris puisi seperti itu.  Setiap penindasan oleh Nazi terhadap kaum Yahudi memperoleh persetujuan dari masyarakat.  Di tahun 1938, seluruh barang-barang, tanah, dan uang milik Yahudi didaftar, dan sanksi-sanksi baru diterapkan.
Sebuah babak baru penindasan kaum Yahudi dibuka dengan peristiwa Kristallnacht (Malam Kaca) di malam 9-10 November 1938.  Peristiwa itu dipicu pada 7 November, ketika seorang Yahudi Polandia berumur 17 tahun, Herschel Grynszpan, yang keluarganya telah dianiaya oleh Nazi, menembak seorang pejabat Kedutaan Besar Jerman di Paris.  Kaum Nazi menggunakan peristiwa ini sebagai sebuah tindakan memancing rusuh, dan melancarkan serangan-serangan pada tempat-tempat ibadah, rumah-rumah, dan toko-toko milik Yahudi di seluruh Jerman.

Sinagoge Fasanenstrasse, salah satu dari ratusan sinagoga dihancurkan selama Kristallnacht, ketika rumah Yahudi dan toko-toko dijarah.
Dalam semalam saja 1350 sinagog dihancurkan.  Lebih dari 90 orang Yahudi terbunuh.  Sekitar 30 ribu orang Yahudi dikirim ke kamp-kamp konsentrasi.  7 ribu tempat usaha Yahudi dijarah, serta ribuan rumah dirusak.  Peristiwa malam itu disebut “Kristallnacht” karena tebaran kaca jendela-jendela yang dipecahkan di bangunan-bangunan yang dijarah.  Pemerintah Jerman lalu berhasil menahan orang-orang Yahudi yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi, dan menarik jumlah denda yang mengejutkan sebesar satu juta mark dari orang-orang Yahudi untuk mengganti seluruh kaca yang pecah.
Penindasan yang diderita orang Yahudi meningkat setelah Kristallnacht.  Ketika Jerman menyatu dengan Austria di tahun 1938, sekitar 200 ribu Yahudi Austria ditambahkan ke 55 ribu orang lebih yang telah tinggal di Jerman, dan semua orang ini terus hidup dalam ketakutan, kecuali segelintir Zionis yang bersekongkol dengan Nazi.
Namun, kebiadaban sebenarnya dimulai bersamaan dengan pecahnya perang.
Masa Perang dan Awal Genosida
Tentara Nazi menyerbu Cekoslowakia pada 15 Maret 1936.  Pada 1 September 1939, ketika mereka menyerbu Polandia, Inggris dan Perancis mengumumkan perang, dan Perang Dunia II dimulai.  Penyerbuan ke Polandia membawa dimensi baru pada gagasan-gagasan sesat Nazi yang dikenal dengan ‘masalah Yahudi.’  Bagian Polandia yang diduduki Jerman (sebagian lagi diduduki Uni Soviet), berisi lebih dari 1 juta orang Yahudi.  Dekrit-dekrit berturutan yang diterbitkan Nazi mengurung kaum Yahudi di dalam ghetto-ghetto, atau kamp-kamp konsentrasi yang baru dibangun.  Semua orang Yahudi diperintahkan menyematkan bintang Daud berwarna kuning di pakaian mereka agar mudah dikenali.
Reinhard Heydrich, kepala Gestapo, memberikan perintah-perintah kepada pasukan pembunuh yang dikenal sebagai SS Einsatzgruppen (Satuan Tindakan Khusus SS) untuk mencari kaum Yahudi di daerah-daerah pendudukan.  Kematian, atau yang lebih buruk lagi, menunggu kaum Yahudi di ghetto-ghetto dan kamp-kamp.
Menjelang musim gugur tahun 1940, tentara Nazi menduduki Denmark, Norwegia, Perancis, Belgia, Belanda, Luksemburg, Bulgaria, Yugoslavia, dan Yunani.  Sebagai tambahan untuk Italia dan Jepang, yang telah membentuk persekutuan dengan Jerman, mereka juga menyatakan bahwa Hongaria, Rumania, dan Slowakia adalah sekutu-sekutu Jerman.  Penyerbuan terbesar yang dilakukan tentara Nazi adalah ke Uni Soviet, yang dimulai pada 22 Juni 1941.  Dalam 12 pekan, Jerman telah merebut Kiev, dan sebulan kemudian mendekati pinggiran Moskow.
Ringkasnya, dalam dua tahun pertama Perang Dunia II, Hitler atau sekutu-sekutunya telah merebut sebagian besar benua Eropa, dari pesisir Perancis sampai Moskow, dari Denmark sampai Yunani.  Beberapa saat sebelum keruntuhan mereka di tahun 1945, kaum Nazi memulai kampanye genosida yang kejam di semua daerah yang mereka duduki.  Kaum Yahudi khususnya dan juga, sebagaimana yang akan kita lihat, etnis-etnis dan kelompok-kelompok agama lainnya mulai secara sistematis dibersihkan.  Bahkan setelah tahun 1944, pada saat sudah jelas bahwa Jerman akan kalah perang, kaum Nazi meneruskan genosidanya.  Nyatanya, pada tahap akhir perang itu, pemusnahan kaum Yahudi, dan juga gipsi, Polandia, dan Slavia, semuanya anggota ‘ras rendahan,’ menjadi sasaran utama Nazi.  Hitler mengetahui bahwa ia akan kalah perang, namun ingin terlebih dahulu memusnahkan seluruh kaum Yahudi.  Genosida ini memiliki sejumlah ‘bidang pelaksanaan’ utama:
1) Ghetto-ghetto: Penjara-penjara terbuka tempat orang-orang Yahudi dikurung ini digunakan untuk membunuh secara bertahap.
2) Kamp-kamp konsentrasi: Didirikan kali pertama sebagai tempat orang-orang Yahudi dan tawanan-tawanan lain dikurung sebagai ‘budak pekerja.’  Namun, di awal tahun 1942, pemusnahan massal para tawanan dimulai.  Total 11 juta orang (5,5 juta orang Yahudi, 500 ribu orang gipsi, 3 juta orang Polandia, 400 ribu penyandang cacat, serta ratusan ribu orang Rusia dan tawanan perang lainnya) dimusnahkan secara sistematis di kamp-kamp ini.
3) Pembunuhan massal di daerah-daerah pendudukan: Unit pasukan khusus Jerman, terutama SS Einsaztgruppen yang bertanggung jawab atas ‘pencarian dan pembunuhan kaum Yahudi,’  telah membantai orang-orang sipil di banyak sekali tempat.
Hidup dan Mati di Dalam Ghetto


Yahudi yang ikut ambil bagian dalam pemberontakan 1943 Ghetto Warsawa semua dihukum mati secara massal. Orang-orang Yahudi yang dibunuh tak lama setelah meninggalkan ghetto.
Dibulatkan Yahudi di kamp-kamp itu dilucuti dari segala sesuatu yang mereka miliki, termasuk uang mereka.
Ghetto terbesar adalah ghetto di Warsawa.
Sebelum kedatangan Nazi, kaum Yahudi membentuk kira-kira sepertiga jumlah penduduk Warsawa.  Menyusul pendudukan Nazi, kaum Yahudi dimasukkan ke kota ini dari daerah-daerah lain, dan jumlah mereka meningkat dari 330 ribu menjadi 450 ribu orang.  Akan tetapi, Nazi menyesakkan jumlah yang besar ini ke suatu daerah bertembok yang hanya menempati 2,3 persen luas kota.  Distrik kota terkumuh disisihkan untuk kaum Yahudi, dan orang-orang Yahudi dari kota lain dipindahkan paksa ke sana.  Semua uang dan benda berharga mereka dirampas sebelum mereka dijebloskan.

Ratusan ribu orang Yahudi yang tak bersalah dibantai di Ghetto Warsawa, tempat kelaparan dan kemiskinan.
Kehidupan di ghetto berlangsung dalam keadaan yang mengerikan.  Rata-rata tujuh keluarga dijejalkan ke satu kamar.  Sangat sedikit makanan diberikan, dan tiap orang hidup di tepi kelaparan.  Bangunan-bangunan di sana dipenuhi tikus dan serangga.  Setiap hari, mereka yang tinggal di ghetto dapat menjadi korban tamparan, ejekan, dan siksaan dari para Nazi, yang menyuruh orang-orang Yahudi yang sudah amat lemah sampai tak sanggup berjalan agar menggosok jalan dengan sabun dan air, dan menertawakan penderitaan mereka.  Orang-orang yang hidup di ghetto dipukuli secara acak, dan para Nazi gemar menariki janggut dan ikalan rambut para manula yang dibiarkan tumbuh karena kewajiban agama.  Rata-rata 100 orang mati tiap harinya karena kelaparan, sakit, atau penganiayaan.  Foto-foto anak-anak yang kelaparan, sakit, dan memilukan di ghetto kota Warsawa dengan jelas menyingkapkan penderitaan mereka.  Kenang-kenangan seorang Yahudi yang pernah tinggal di ghetto Warsawa akan amat penting dalam menunjukkan keadaan sebenarnya di kota itu:
‘Penindasan dimulai sesegera pasukan Jerman memasuki kota, dengan pembunuhan 34 orang Yahudi tak bersalah.  Tentara SS Jerman sekedar mencari-cari alasan untuk membunuh orang Yahudi.  Mereka bertanya pada seorang bukan Yahudi di mana orang Yahudi tinggal.  Ia menunjuk rumah Itzhak Goldfliess.  Tentara SS memasuki rumah sahabat saya itu dan membunuh kedua orang tua, istri, dan dua anaknya.  Pada hari Sabbath pertama di masa pendudukan, pasukan Jerman mengumpulkan semua orang Yahudi dan memerintahkan mereka mengeruk sebuah parit yang panjang dan lebar di pusat kota.  Lalu mereka diperintahkan pulang, memakai pakaian Sabbath, dan kembali lagi.  Dan membuat sangat terkejut setiap orang, mereka dibariskan dalam parit kotor itu.  Mereka dipaksa berada seharian di dalam parit, yang penuh kotoran.  Para tentara Jerman memukuli mereka dengan tongkat, kadang mengizinkan orang-orang Ukraina menyerang mereka dengan tongkat dan balok kayu.  Kapan saja ada yang mencoba keluar dari parit ia akan dipukuli oleh perwira SS Jerman atau orang-orang sipil Ukraina dan dipaksa masuk kembali’.
Di tahun 1942, sekitar 300 ribu orang dari ghetto tewas.  Sebagian karena kelaparan dan penyakit, sebagian lain di kamp-kamp konsentrasi ke mana mereka dikirim.  Di bulan April 1943, 60 ribu atau lebih sisa orang Yahudi di dalam ghetto memulai sebuah pemberontakan yang gagal.  Meskipun hampir tak memiliki senjata, mereka melawan tentara Nazi selama tiga minggu.  Pada akhirnya, tentara Nazi kembali mengendalikan keadaan dan membunuh semua Yahudi yang mereka temukan.  Dari awalnya 450 ribu orang di dalam ghetto, hanya segelintir yang tetap hidup.
Ratusan ribu orang Yahudi di ghetto-ghetto lain yang didirikan Nazi terbunuh setelah menderita kelaparan parah, ketakutan.  dan penyiksaan.
Pada tahun 1943, orang-orang Yahudi yang masih tersisa di Ghetto Warsawa memulai pemberontakan melawan penindasan Nazi, dimana Nazi ditekan dengan pertumpahan darah yang mengerikan.
Pemecahan Akhir dan Pendirian Kamp-kamp Konsentrasi

Nazi dilakukan menyembelih massa di hampir semua tanah mereka yang diduduki.
Pada permulaan tahun 1942, Hitler dan para stafnya memutuskan ‘Pemecahan Akhir’ bagi masalah Yahudi.  Pemecahan Akhir itu berarti pemusnahan sistematis semua kaum Yahudi, dan tak membiarkan seorang Yahudi pun hidup di daerah yang dikuasai Nazi.
Sejalan dengan keputusan itu, kamp-kamp konsentrasi diubah menjadi ‘kamp pemusnahan.’ Dimulai dengan kaum Yahudi di Jerman, kaum Yahudi di semua negara yang diduduki Nazi, seperti Polandia, Perancis, Cekoslowakia, Kroasia, Rumania, Serbia, Yunani, Rusia, Ukraina, dan Hongaria, mulai dipindahkan ke kamp-kamp itu oleh satuan-satuan SS yang khusus bertugas demikian.  Cerita resminya adalah mereka akan dijadikan pekerja di kamp-kamp itu.  Akan tetapi, ketika tiba, sebagian besar mereka langsung dibunuh seketika, dan sisanya belakangan, setelah dimanfaatkan sebagai pekerja paksa.
Bahkan proses pemindahan kaum Yahudi ke kamp-kamp itu cukup untuk menunjukkan kekejaman tak berperikemanusiaan yang dilakukan oleh Nazi.  Keluarga-keluarga Yahudi dikumpulkan dari rumah-rumah atau ghetto-ghetto dengan todongan senapan, disertai pukulan dan pelecehan, kemudian dijejalkan ke dalam gerbong-gerbong kereta api yang sebelumnya digunakan mengangkut hewan.  Foto-foto zaman itu jelas-jelas menunjukkan ketakutan di wajah-wajah mereka yang dipaksa naik kereta-kereta itu, dan kebencian bengis di wajah-wajah para Nazi yang meneriakkan perintah pada mereka.  Anak-anak kecil, manula laki-laki dan perempuan yang hampir tak mampu berjalan, dan perempuan-perempuan hamil, semuanya tanpa belas kasihan diseret ke sana ke mari oleh tentara Nazi, disertai tendangan, hantaman popor senapan, bahkan cambukan.
Cerita dari seorang Yahudi yang lolos dari genosida ini mengungkapkan kengerian proses pemindahan itu:
‘Mereka mengumpulkan kami pada pukul sembilan pagi.  Ketika kami tiba di Chortkow, hari sudah petang.  Kami menghabiskan seharian itu berjalan di salju, kelaparan, dan tanpa istirahat sama sekali.  Setiap orang jatuh karena kelelahan.
Lalu mereka memasukkan kami ke penjara.  Di sana, kami harus lewat di depan seorang perwira SS dan para perwira polisi Ukraina.  Setiap orang memegang tongkat di tangannya dan memang sedang menunggu untuk menghantam kepala orang Yahudi.  Jumlah mereka kira-kira 80 orang, dan butuh waktu lama bagi seorang Yahudi untuk lewat di depan 80 orang, sambil dipukuli sepanjang waktu.  Badan saya babak belur dan berlumuran darah ketika saya dilemparkan ke dalam sel.  Apakah para tentara Jerman ingin membunuh kami, ataukah sekedar bersenang-senang?
Setelah peristiwa itu, saya dimasukkan ke dalam sebuah sel kecil berisi 60 orang.  Tidak ada ruang untuk duduk atau berbaring.  Kami harus tetap berdiri, berdesak-desakan, berlumuran darah, kelaparan, haus, dan kesakitan...
Kami yakin bahwa mereka akan mengeluarkan kami di pagi hari dan memberi kami sesuatu makanan.  Namun, kami salah menduga.  Tak ada yang berubah di pagi harinya.  Kami menghabiskan hari kedua itu, bahkan malam itu, berdiri dan berdesak-desakan...
Banyak orang yang mulai menggumamkan doa Shema Israel, yang diucapkan sebelum mati.  Pada saat itu, tentara Jerman membukakan pintu dan mengeluarkan kami semua dari sel.  Semua orang mencoba menggeliatkan badannya dan bernapas dalam-dalam...  Kemudian, salah seorang tentara Jerman mulai melemparkan potongan-potongan roti kepada kami, seakan melemparkan makanan kepada anjing liar.  Orang-orang menerkam roti seperti binatang, menjejalkannya ke mulut sebelum orang lain sempat merebutnya.  Mereka mengisi penuh sebuah lodong minum ternak, dan kami semua minum darinya seperti hewan ternak.  Saat kami baru mulai minum, seorang tentara datang dan mulai memukuli kami: ‘Ayo, cepat!’...
Mereka menyuruh kami berlari dari penjara ke stasiun kereta api kira-kira satu kilometer jauhnya.  Para tentara Jerman melakukan apa yang mereka inginkan dengan tongkat di tangannya.  Engkau bisa mendapati dirimu terjatuh kapan pun, karena sebuah pukulan di tengkuk atau tendangan di perut.  Itulah mengapa, meskipun lemah, kami berusaha berlari secepat-cepatnya.  Ketika tiba di stasiun, kami melihat gerbong hewan ternak di jalur rel.  Namun, tak ada tangga atau undakan naik ke pintunya.  Karena itu, pasukan SS mulai memukuli mereka yang datang lebih dulu dan memerintahkan, ’Merunduk!  Merunduk!,’ untuk membuat undakan untuk pijakan naik ke gerbong bagi yang datang belakangan...
Ketika merasa telah mengisi gerbong dengan cukup orang, tentara Jerman melemparkan beberapa potong roti ke dalam dan menutup pintunya.  Kami mendengar mereka menguncinya dari luar.  Pada waktu itu, kami tak mendengar apa pun tentang kamp maut Auschwitz atau Majdanek di kota saya.  Kami tak terpikir apa makna ‘Pemecahan Akhir’.  Kami mengira bahwa tentara Jerman ingin menjadikan orang Yahudi sebagai kuda beban.  Kami tak tahu tentang ‘rencana pemusnahan.’ 
Kereta Api Maut
Kereta api yang digunakan Nazi mengangkut para tawanan ke kamp-kamp konsentrasi merupakan bentuk lain penyiksaan.  Lusinan laki-laki, perempuan, anak-anak, dan manula dimasukkan ke dalam satu gerbong barang yang kecil, dikunci, dan dibiarkan tanpa makanan dan minuman selama berhari-hari perjalanan, dan diangkut bahkan tanpa kesempatan menghirup udara segar.  Banyak orang tewas karena kelaparan, kehausan, atau tak dapat bernapas dalam keadaan yang mengerikan itu, bahkan hanya beberapa menit saja sudah tak tertahankan.  Yang lain tetap harus melanjutkan perjalanan, walaupun mayat orang-orang yang mereka sayangi terbaring di sisi mereka.

Yahudi diusir dari rumah mereka secara massal diangkut ke kamp-kamp kematian di kereta penuh sesak.
Pernyataan seorang saksi mata yang mengalami keadaan yang mengerikan ini merincikan lebih jauh kebiadaban Nazi:
‘Para polisi melambai-lambaikan senjata mereka dan menembak ke udara, memaksa lebih banyak orang mendesakkan diri ke dalam gerbong yang sudah penuh sesak.  Tembakan berlanjut, dan seluruh kerumunan didorong ke depan.  Mereka yang terdekat dengan kereta remuk oleh tekanan yang tak terbayangkan dari belakang...Tak ada yang dapat dilakukan mereka yang berada di depan, dan mereka menanggapi dengan jerit kesakitan ke orang-orang yang menarik rambut dan pakaian mereka untuk tumpuan, mencengkam bahu, leher dan muka, mematahkan tulang-tulang dan memekik.  Meskipun gerbong telah kelebihan muatan, beberapa laki-laki, perempuan, dan anak-anak, masih bisa masuk.  Lalu, polisi datang dan menutup pintu di depan muka orang-orang yang hampir terdesak keluar teralis.
Sebelum menjejalkan 120 orang Yahudi seperti ikan sarden ke dalam satu gerbong hewan ternak, tentara Jerman menaburi lantai dengan 7 cm bubuk kapur bakar.  Bubuk ini biasanya dipakai dalam pekerjaan konstruksi, dan membakar kulit jika tersentuh.  Ini berakibat kematian ratusan orang Yahudi bahkan sebelum mencapai Belzec...

Bahkan sebelum mencapai kamp-kamp, banyak orang di kereta mati, baik dari yang dihancurkan atau tercekik.
Lantai gerbong dilapisi dengan bubuk tebal berwarna putih.  Bubuk itu kapur bakar.  Kulit telanjang yang menyentuhnya akan langsung mengering dan terbakar.  Orang-orang di dalam gerbong sebenarnya terbakar sampai mati.  Daging pada tulang mereka meleleh.  Kapur itu dimaksudkan menghentikan penyebaran penyakit. 
Ada dua pasu di setiap gerbong.  Satu berisi air, yang lain dimaksudkan sebagai toilet, jika saja sempat buang air di tengah-tengah saling dorong dan desak in’.
Setelah berhari-hari perjalanan dengan keadaan seperti itu, tujuan akhir adalah kamp-kamp maut yang mengerikan seperti Auschwitz, Treblinka, Majdanek, dan Belsen:
‘Para tentara Jerman berteriak ’Los schnell (Cepat)!’ Mereka memukuli kami dengan tongkat dan senapan.  Karena tidak ada undakan atau pijakan, kami harus melompat turun dari ketinggian satu atau satu setengah meter.  Kami berusaha bangkit secepatnya untuk menghindari ditendang tentara Jerman yang menunggu di sana.  Kami kelaparan, kehausan, dan lemah.  Meski demikian, kami disuruh berlari sejauh 2 kilometer menuju kamp kerja setelah gerbong-gerbong dikosongkan.  Beberapa orang menangis karena ketakutan, yang lain karena lega.  Kami begitu terpana sampai tak memperhatikan sekeliling.  Ketika sampai di kamp, semua orang terdiam.  Kami memandang dan mendengarkan dengan amat seksama.  Seluruh daerah itu sangatlah sunyi.  Kebisuan maut mengawang di atas kamp di hadapan kami.’
Kamp-kamp Maut
Tanpa keraguan, daerah utama tempat kebiadaban Nazi dilancarkan adalah kamp-kamp maut, yang di dalamnya sekitar 11 juta orang kehilangan nyawa.  Kamp-kamp ini sebuah bukti sejarah betapa dahsyat dan kejam jadinya orang-orang yang berpaling dari agama dan mematikan suara hati nuraninya.

Kekejaman dan penindasan di kamp-kamp kematian seperti Auschwitz, dapat ditemukan di seluruh Eropa, telah jarang ditandingi dalam sejarah.
Kamp-kamp itu kali pertama didirikan sebagai ‘kamp kerja.’ Hampir semua, dan khususnya Auschwitz, dibuka di sisi kompleks industri besar, dan para tawanan yang dibawa ke sana dipaksa melayani mesin perang Jerman sebagai pekerja paksa.  Namun ideologi Nazi yang kejam itu tidaklah membatasi diri dengan penindasan pragmatis (bermanfaat dan sederhana) itu, melainkan juga mengubahnya menjadi kamp-kamp maut, dan melancarkan ‘pemusnahan ras yang tak dikehendaki’.  Selama tiga tahun atau lebih antara bulan-bulan akhir tahun 1941 dan akhir 1944, total sebelas juta orang, 5,5 juta di antaranya Yahudi, dibunuh di kamar-kamar gas dan cara-cara pembantaian massal lainnya, atau mati karena kelaparan, sakit, dan penganiayaan.  Kaum Nazi tak berbelas kasihan sedikit pun pada bayi kecil, anak-anak tak bersalah, manula, dan orang-orang lemah; mereka melakukan pemusnahan terkeji dalam sejarah dengan kebrutalan yang sadis.
Masih ada perdebatan apakah gas Zyklon B digunakan di kamp-kamp itu, dan hal ini dijelaskan di edisi pertama buku ini.  Namun, pada akhirnya, akankah menjadi persoalan apakah Zyklon B digunakan atau tidak?  Telah jelas bahwa Nazi Jerman adalah mesin pembunuh yang mengerikan.  Mereka mungkin saja telah menggunakan sesuatu selain Zyklon B untuk maksud pembunuhan.  Catatan-catatan yang ada memang menunjukkan bahwa percobaan kamar gas pertama dilakukan dengan menggunakan karbon monoksida, setelah itu Zyklon B lebih disukai.  Meskipun tak ada kamar gas di kamp-kamp konsentrasi itu, kebengisan Nazi dan holokaus kaum Yahudi adalah fakta-fakta sejarah.  Mayat-mayat manusia dan para tengkorak hidup yang teramati ketika kamp-kamp itu dibebaskan oleh tentara sekutu adalah bukti cukup atas tragedi yang sukar dipercaya telah terjadi itu.
Genosida benar-benar dimulai ketika para tawanan menginjakkan kakinya di kamp.  ‘Kehidupan’ yang dianggap pantas bagi orang-orang ini sebenarnya tak beda dengan kematian perlahan-lahan.  Seorang tawanan Yahudi yang selamat dari kamp Kamionka menggambarkan ‘taraf kehidupan‘ itu dalam biografinya:
 ‘Ketika melewati gerbang kamp, saya melihat sejumlah pemandangan yang mengerikan.  Para tentara Jerman sedang memperhatikan kami dari menara-menara dengan senapan mesin di tangan.  Semua yang di dalam, sekitar 50 orang Rusia, 100 orang Polandia, dan mungkin 1000 orang Yahudi, semuanya dalam keadaan menyedihkan.  Setiap orang memakai potongan kain ukuran 5 x 5 cm.  Bagi orang Rusia dan Polandia berwarna merah, dan orang Yahudi berwarna kuning.  Mereka semua sangatlah kurus, hampir mati.  Mereka berjalan-jalan di taman yang kotor seakan sedang berjalan sambil tidur. 
Pada sebagian besar mereka, tubuhnya tampak masih hidup, namun semangatnya sudah mati.  Kelompok kami berhenti di pintu masuk.  Ada seorang tentara Jerman yang jangkung di depan kami.  Ia terus memperhatikan kami.  Ia menelan ludah sebelum berbicara kepada kami ‘Serahkan arloji, barang-barang berharga dan perhiasan kalian!  Kalian akan langsung ditembak jika masih ada barang ditemukan pada kalian.’  Saya mencopot arloji, dan ketika mencari-cari uang receh di saku-saku saya, para tentara Jerman mulai menampari kami, atau memukul perut kami dengan tongkat.  Mereka tak pernah menghentikan bentuk hiburan yang sadis itu...

Di kamp-kamp kematian, Josef Mengele (di atas kanan) melakukan eksperimen kejam pada orang-orang yang terpilih sebagai kelinci percobaan (di atas kiri).
Malam pertama itu, kami dibawa ke barak setelah meminum semangkuk ‘sup’.  Sulit melukiskan betapa memilukannya tempat itu.  Tempat yang sebenarnya dibuat untuk binatang, dan satu-satunya kelonggaran bagi manusia adalah telah ditambahkannya 2-3 baris dipan bertingkat setengah jadi.  Angin masuk melalui retak-retakan dinding.  Kutu-kutu berlompatan di mana-mana, dan merayapi tubuh kami hanya dalam beberapa hari!  Saya segera terbiasa hidup bersama hama ini.  Meskipun membawa penyakit tifus, kutu-kutu itu tidak sebanding dengan masalah-masalah lain di dalam kamp...
Setelah kami dibangunkan pada jam lima pagi, mereka memberi kami dua menit untuk berpakaian.  Siapa pun yang belum siap dipukuli.  Ketika setiap orang sudah siap, kami bisa menggabung ke antrian pembagian secangkir kopi.  Sebenarnya, yang mereka sebut air cuma air panas yang menjijikkan.  Mereka juga memberi kami sekerat roti.  Roti keras dan basi, terbuat dari tepung dan pasir yang sukar ditelan...  Karena hanya itu yang diberikan kepada kami untuk satu hari, sebagian orang menyembunyikan sebagian roti untuk ‘makan siang’, meskipun sebagian lainnya tak mampu menahan diri dan langsung menghabiskannya.  Saya biasa menyisihkan untuk sisa hari itu.  Saya tahu bahwa kami akan bekerja sepanjang hari, bahwa segenap tenaga saya akan habis, dan bahwa rasa lapar saya akan kian memburuk.’
Taraf kehidupan tak berbeda di kamp-kamp konsentrasi lainnya.  Mereka yang dipaksa bekerja tak diberi belas kasihan atau kasih sayang, dan hidup bertahun-tahun bagai budak, menderita akibat gerak hati yang berubah-ubah para perwira Nazi, ancaman dan siksaan, digerus kelaparan dan kelelahan.

Di kamp Belsen, sekitar 10.000 mayat ditemukan terkubur.
Bahkan hal-hal yang lebih buruk telah dilakukan terhadap para tawanan sejumlah kamp.  Di urutan pertama adalah percobaan-percobaan yang dilakukan pada manusia oleh si monster Josef Mengele, dokter di kamp terbesar, Auschwitz, tempat 1,5 juta orang tewas.  Mengele melakukan percobaan-percobaan yang mengerikan pada ‘kelinci percobaan’ orang dewasa dan anak-anak yang dipilih dari antara tawanan, untuk mengetahui seberapa besar rasa sakit atau dingin yang dapat ditahan tubuh manusia.  Orang didorong masuk ke dalam air penuh es di hari-hari musim dingin yang membeku, dan diperiksa berapa lama bertahan hidup.  Juga sebuah fakta yang diketahui bahwa Mengele melakukan operasi pembedahan tanpa pembiusan pada para korbannya, memotong tangan dan kaki, dan membuka perut.
Percobaan terkejam Mengele adalah yang dilakukan pada orang-orang kembar yang datang ke kamp.  Ia biasa memisahkan orang-orang kembar dari para tawanan lain, dan melakukan percobaan pada mereka untuk menaksir akibat-akibat pewarisan sifat.  Cara-cara yang digunakan tak terbayangkan mengerikannya.  Ia menyuntik para kembar dengan darah pasangannya dan mengukur pengaruhnya, salah satu atau kedua kembar biasanya akan menderita sakit yang amat sangat dan suhu tubuh tinggi.  Mengele ingin menentukan apakah warna mata yang diturunkan dapat diubah, dan menyuntikkan tinta ke mata para kembar.  Hampir semua korban percobaan itu sangat menderita, dan banyak menjadi buta.  Anak-anak disuntik dengan beragam penyakit, dan diperiksa berapa lama dapat bertahan hidup.  Banyak anak-anak tak bersalah disiksa si monster Nazi Mengele, dan menjadi cacat atau mati.
Kebiadaban mengerikan itu hanya diketahui setelah sekutu mengalahkan Nazi di akhir perang dan merebut daerah-daerah yang berisi kamp-kamp.  Satuan-satuan Inggris, Amerika, dan Soviet yang membebaskan kamp-kamp itu terguncang oleh pemandangan yang menyambut mereka.  Satu catatan dari satuan Inggris yang membebaskan kamp Bergen-Belsen berbunyi:
‘Inilah kamp konsentrasi Belsen yang terkenal itu,
dibebaskan Inggris pada 15 April1945. 
10 ribu mayat yang belum dikubur ditemukan di sini.
13 ribu orang tewas antara saat itu dan kini.
Mereka semua korban ‘Tatanan Baru’ Jerman di Eropa.
Dan tiap orang sebuah contoh budaya Nazi.  ‘
Einsatzgruppen: Pasukan Maut Nazi

Hal pertama yang unit Jerman menyerang Polandia lakukan adalah untuk memburu orang-orang Yahudi di setiap kota, desa dan kota.
Unsur lain holokaus kaum Yahudi, selain ghetto-ghetto dan kamp-kamp konsentrasi, adalah pasukan-pasukan maut yang telah kami sebutkan.
Mereka ini regu-regu Einsatzgruppen yang didirikan oleh Reinhard Heydrich, kepala Gestapo, dengan wewenang yang diberikan Hitler kepadanya di saat penyerbuan Polandia.  Tugas satuan-satuan khusus ini adalah memasuki daerah pendudukan di belakang pasukan reguler, dan mencari serta menghancurkan kelompok-kelompok yang harus dimusnahkan.  Orang Yahudi menempati urutan pertama.  Setelah Polandia, regu-regu Einsatzgruppen melakukan penyisiran rumah-ke-rumah di kota-kota dan desa-desa di wilayah Soviet yang diduduki, dan membunuh siapa pun yang mereka temukan, tanpa mengecualikan perempuan maupun anak-anak.
‘Tingkat keberhasilan’ yang dilaporkan para komandan Einsatzgruppen ke Berlin menyingkapkan skala pembantaian itu.  Menurut angka-angka laporan, lebih dari sejuta orang Yahudi ditembak di daerah-daerah yang diduduki Nazi, khususnya Polandia dan Rusia.  Ketika memasuki sebuah kota, satu regu Einsatzgruppe (“gruppe” adalah bentuk tunggal “gruppen”) mengumpulkan semua orang Yahudi, lalu mengeluarkan mereka dari kota, menyuruh mereka menggali lubang besar, lalu mengubahnya menjadi kuburan massal setelah menembak semua tawanan dan mencampakkannya ke lubang itu.  Beberapa yang belum mati segera tercekik napasnya ketika tanah ditimbunkan ke atas tubuh mereka.
Menyusul pendudukan kota Kiev pada 19 September 1941, pembantaian kaum Yahudi oleh Einsatzgruppen di kota itu akan memberikan bayangan tentang kebiadaban yang mereka praktikkan.  Pengumuman-pengumuman dibuat pada 29 September, dan semua orang Yahudi dipanggil ke pemakaman di pinggiran kota, dan dikatakan bahwa mereka akan ‘dimukimkan’.
Mereka diperintahkan membawa makanan, baju hangat, dokumen-dokumen, uang ,dan barang berharga, dan itu memupus kecurigaan siapa pun bahwa perintah ini mengarah ke suatu pembantaian.  Peristiwa ini digambarkan oleh seorang pejabat Ukraina yang bersekongkol dengan Nazi dan belakangan diadili:
‘Itu bagai perpindahan massal...  Kaum Yahudi itu berjalan menyenandungkan puji-pujian.  Ketika sampai di lintasan kereta api, makanan dan barang-barang berharga mereka diambil.  Orang-orang Jerman lalu mendorong mereka ke jalur-jalur sempit.  Mereka bergerak amat lamban.  Setelah berjalan jauh, mereka dibawa ke semacam lorong dengan para polisi Jerman di kedua sisi.  Para tawanan itu dipukuli dengan tongkat dan cambuk, dan beberapa perwira juga menyuruh anjing-anjing mereka menyerang para tawanan.  Orang-orang Jerman menyuruh mereka berjalan sedikit lebih jauh, dan membawa mereka ke Babi Yar.  Di sana ada sebuah lembah panjang di hadapan mereka.  Dengan perintah orang-orang Jerman, pasukan milisi Ukraina menyuruh para tawanan melepaskan seluruh pakaian.  Mereka menyerang siapa pun yang menolak dan menghantam kepalanya.  Suara-suara jeritan dan tawa terdengar bersamaan.’
Orang-orang Yahudi lalu ditembak semuanya,dan tubuh-tubuh mereka terhempas ke dalam lembah.  Catatan menunjukkan bahwa sekitar 33.700 orang terbunuh hari itu.
Pembantaian yang dilakukan regu-regu Einsatzgruppen itu sebuah pokok bahasan yang umumnya diabaikan oleh para ‘revisionis’ yang menyangkal bahwa holokaus pernah terjadi.  Mereka cenderung memusatkan pernyataan pada kemampuan teknis kamar-kamar gas atau fungsi Zyklon B, dan tak pernah mempersoalkan apa yang pernah terjadi di dalam ghetto-ghetto maupun pembunuhan-pembunuhan oleh Einsatzgruppen.  Namun faktanya adalah keberadaan sesungguhnya regu-regu itu cukup untuk menunjukkan bahwa kaum Nazi merencanakan memusnahkan kaum Yahudi, dan bahkan benar-benar melakukannya.  Cukup jelas bahwa sebuah rejim yang membunuh orang-orang tak bersalah, bahkan perempuan dan anak-anak, dan membentuk regu-regu khusus untuk melaksanakan pembunuhan itu, pasti mampu melakukan yang serupa di kamp-kamp konsentrasi.
Kebencian Nazi terhadap Agama
Jawaban ke satu pertanyaan penting harus ditemukan saat menilai Holokaus kaum Yahudi: mengapa Nazi sangat membenci kaum Yahudi?
Jawabannya terletak dalam ideologi Nazi.  Sebagaimana kita lihat di pengantar buku ini, Nazisme adalah sebuah gerakan yang dapat digambarkan sebagai neo-paganisme.  Para ideolog Nazi seperti Hitler dan Rosenberg merasakan kenang-kenangan manis akan kebudayaan pra-Nasrani pagan Jerman.  Ciri mendasar kebudayaan itu adalah pengagungan kebanggaan diri, kekerasan, dan perang.  Ajaran Nasrani, yang menekankan kerendahhatian, kedamaian, dan kasih sayang, merupakan sebuah konsep moral yang bertolak belakang dengan kebudayaan itu.  Kebencian terhadap ajaran Nasrani lahir bersama Nietzsche, sinambung bersama muridnya Martin Heidegger, dan memuncak bersama Hitler dan Rosenberg, yang mewarisi ide-ide mereka.
Salah satu akibat alamiah kebencian terhadap ajaran Nasrani adalah permusuhan terhadap Kaum Yahudi.  Hal ini karena Nazi (dan para neo-pagan lainnya) menganggap ajaran Nasrani sebagai ‘penyerbuan Eropa oleh kebudayaan Yahudi’.  Alasannya adalah Nasrani itu sebuah agama yang lahir dari Yudaisme.  Banyak bagian Injil, dengan kata lain Perjanjian Lama, berasal dari Taurat, kitab suci Yudaisme.  Para pemeluk Nasrani mencintai dan menghormati semua nabi kaum Yahudi.  Lebih jauh, Nabi Isa dan para muridnya secara etnis orang Yahudi.  Semua ini mengantar Nazi beranggapan bahwa ajaran Nasrani suatu ’persekongkolan Yahudi’.  Tambahan bagi kebencian rasis itu, kaum Nazi mencampurkan kebencian Darwinis Sosial yang menganggap kaum Yahudi suatu ‘ras rendahan’, sehingga merumuskan suatu kejijikan fanatik yang tak terobati.

Nazi, bermusuhan dengan nilai-nilai moral agama, ditargetkan nilai-nilai agama Yahudi pada khususnya. Atas: Sebuah Taurat gulir, teks suci Yudaisme. Ratusan teks kitab suci itu dibakar selama rezim Nazi.
Kenang-kenangan orang-orang Yahudi yang menjadi korban kebengisan Nazi berisi cerita-cerita yang menunjukkan bahwa kebencian yang dirasakan Nazi terhadap kaum Yahudi adalah ‘kebencian terhadap agama’.  Contoh hal ini adalah cara Nazi menyerang pakaian, rambut, dan janggut panjang orang Yahudi, yang dibiarkan tumbuh sebagai lambang dan ketaatan agama.  Banyak pemeluk Yahudi yang taat, khususnya manula, diberhentikan di jalan-jalan oleh anggota SS dan kelompok Nazi lainnya, lalu janggut dan ikalan rambut, lambang-lambang agama mereka, dipangkas.  Kitab-kitab suci Yahudi dibakar dan dicabik-cabik.  Satu peristiwa di ghetto Warsawa digambarkan oleh seorang saksi mata:
‘Sambil pulang ke rumah suatu sore, saya melihat sekelompok pemuda dibariskan sepanjang tembok dengan tangan terangkat.  Apa yang sedang terjadi?  Saya sedikit mendekat.  Apa yang telah dilakukan para pemuda itu?  Mengapa tentara Jerman membariskan mereka seperti itu?
Seorang perwira SS dengan sepatu hitam dan cambuk kuda berdiri di sana.  Dia mengingatkan saya akan seorang pelatih anjing yang sedang memperoleh hiburan dari penderitaan makhluk di hadapannya.  Seorang anggota SS lain memegang gunting, dan sedang berusaha memotong janggut-janggut dari wajah-wajah berdarah, penuh kesakitan itu.’ (104).
Kebencian Nazi terhadap agama sebenarnya menunjukkan bahwa kebengisan Nazi adalah contoh baru dari yang ditunjukkan para penindas ateis, seperti Firaun, Namrud, dan Nero.  Kaum Nazi berusaha menyingkirkan siapa pun yang menolak menerima ideologi mereka, khususnya orang-orang yang saleh.  Kelompok ini mencakup orang-orang Katolik dan Saksi Yehova, dan juga Yahudi.  Kita akan membahas masalah ini lebih rinci di halaman-halaman selanjutnya. 
Jika juga menguasai dunia Islam, kaum Nazi mungkin akan menganggap kaum Muslim sebagai ras ‘Semit’ dan berupaya membuatnya menderita, bahkan mungkin juga akan memusnahkannya. 
Penting bagi orang-orang Yahudi yang selamat dari kekejaman-kekejaman Nazi untuk membandingkan Nazi dengan Firaun.  Dalam kaitan ini, cerita seorang Yahudi yang bekerja di kamp-kamp konsentrasi berikut khususnya layak diperhatikan:

Yahudi dijatuhi hukuman mati di Polandia.
‘...Kami menghunjamkan garu ke dalam lumpur, dan terkejut akan beratnya saat mencoba menariknya keluar.  Lumpur itu berjatuhan dari antara gigi-gigi garu saat kami mendekati gerobak sorong, dan amat sedikit sisa yang terbawa.  Kami akan membungkuk lagi untuk menyerok gumpalan tebal lumpur.  Lagi-lagi amat sedikit yang terbawa saat kami sampai di gerobak.  Lagi dan lagi, kami meregangkan tubuh kami yang melemah.  Saya mengamati teman-teman saat kami melakukan tugas yang memuakkan, tak masuk akal, dan sia-sia itu, dan sebuah pemandangan menyedihkan melintas di benak saya: para budak Yahudi yang membangun kota Firaun di Mesir...
Orang-orang Yahudi dipaksa bekerja di tepi kelaparan.  Asupan harian mereka mencakup sekerat roti hitam seukuran ibu jari orang dewasa, seulas mentega, dan semangkuk cairan yang diperkirakan adalah sup.  Kadang-kadang mungkin ada sedikit potong-potongan mengapung di permukaan cairan itu.  Hanya itulah yang mereka dapat untuk 24 jam.
Tiang-tiang gantungan sederhana disusun.  Enam pemuda berdiri di atas tataran.  Sang algojo mengeratkan simpul ke leher-leher mereka.  Saya pikir saya kenal dua dari para pemuda itu.  Bukankah mereka Spielman bersaudara?  Ya, itulah mereka!  Inilah hukuman Nazi yang ‘lebih ringan’.
Perintah-perintah agar tiap orang menyaksikan datang dari segala penjuru.  ‘Inilah yang akan terjadi pada siapa pun yang mencoba kabur!’.  Saya menjadi jeri. 
Salah seorang dari Spielman bersaudara tiba-tiba mulai berbicara.  Ia menantang para Nazi, dan dengan bangga menyambut maut di wajahnya: ‘Kalian bisa membunuh kami, dan memusnahkan ribuan kaum Yahudi.  Namun, kalian takkan pernah bisa menghancurkan bangsa Yahudi.  Mereka akan bertahan hidup sebagaimana biasanya.  Yehova akan membalas darah orang-orang yang tak bersalah!’
Kemudian mereka mulai mengucapkan do’a Shema Israel, dan mampu menggumamkan ‘Satu Tuhan...’ sebelum mati.
Para Zionis Selama Holokaus
Fakta-fakta yang telah kita lihat di bab ini menunjukkan bahwa kaum Yahudi menjadi korban sebuah genosida yang mengerikan selama Perang Dunia II.  Menjadi tugas setiap orang yang berhati nurani untuk mengutuk tanpa pamrih tragedi mengerikan itu, salah satu perbuatan biadab terburuk dalam sejarah umat manusia.
Namun ada sebuah fakta menarik bahwa bukannya menentang, sejumlah orang yang juga Yahudi malah bersekongkol dengan Nazi yang bertanggungjawab atas kebengisan itu.  Sebagaimana yang kita lihat di bab pertama buku ini, orang-orang ini adalah para Zionis, yang menjalin perjanjian kotor dengan Nazi Jerman untuk mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina, mendukung kaum Nazi bahkan selama tahun-tahun holokaus, dan tak sedikit pun berusaha menyelamatkan kaum Yahudi dari kekejaman-kekejaman Nazi.

Pemimpin Zionist Polandia Yitzhak Gruenbaum
Catatan sejarah membuktikannya.  Di dalam bukunya Zionism in the Age of Dictators, sejarawan Yahudi Amerika Lenni Brenner mengatakan bahwa selama Perang Dunia II sejumlah organisasi Yahudi pembaur berupaya semampu mereka menyelamatkan orang-orang Yahudi di negara-negara yang diduduki Nazi.  Akan tetapi, seperti ditegaskan Brenner secara khusus, kaum Zionis sama sekali tak tertarik membebaskan kaum Yahudi yang berada di tangan Nazi, bahkan menghalangi sejumlah prakarsa yang diarahkan ke sana.  Brenner menyatakan bahwa banyak orang Yahudi memprotes jinaknya WZO dengan mengatakan, ‘Bagaimana kalian dapat membalikkan punggung pada saudara-saudara Eropa kita saat mereka sedang dibantai?’ (106) Pemimpin Zionis Polandia Izak Gruenbaum menjelaskan tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepada para Zionis dan tanggapan mereka di tahun 1943:
’Sejumlah ulasan sedang diberikan atas wilayah Israel saat ini.  Mereka berkata: ’Jangan jadikan wilayah Israel prioritas utama di masa sulit ini.  Jangan prihatinkan diri kalian hanya dengan Palestina ketika kaum Yahudi sedang dimusnahkan.‘  Saya tak menerima pandangan itu.  Orang-orang meminta kami, ‘Tak bisakah Anda menyisihkan sejumlah uang dari Keren Hayesod [Dana Zionis di Palestina] untuk menyelamatkan kaum Yahudi Eropa?’  Saya jawab, ‘Tidak’.  Dalam pandangan saya, kita harus menentang kecenderungan menurunkan Zionisme ke tempat kedua.  Itulah mengapa mereka menyebut kami ‘anti-Semit’, sebab kami tidak menjadikan penyelamatan kaum Yahudi sebagai prioritas.’ 83
Di akhir naskah, Gruenbaum menulis, ’Zionisme lebih penting dari apa pun.’ 
Logika kaum Zionis jelas: menurut jalan pemikiran mereka, berusaha menyelamatkan kaum Yahudi Eropa merupakan pengkhianatan terhadap Zionisme.  Mereka menggunakan segala daya dan upaya yang mereka miliki untuk mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina, dan secara terbuka menyatakan tak akan mengangkat jari satu kali pun untuk menyelamatkan kaum Yahudi Eropa dari Nazi.
Mengapa mereka dapat bersikap begitu kejam terhadap bangsanya sendiri?  Sebuah surat yang ditulis kepada sahabat-sahabat Zionis oleh Nathan Schwalb, perwakilan organisasi Zionis HeCHalutz di Swiss, adalah yang terpenting dalam menemukan sebuah jawaban atas pertanyaan itu.  Schwalb menulis:
‘Sama seperti setelah Perang Dunia I, negara-negara pemenang akan menggambarkan peta geografi baru dunia ketika perang kali ini usai.  Karena alasan itu, kita harus melakukan segala yang kita mampu untuk mengubah wilayah Israel menjadi Negara Israel di saat perang berakhir.  Namun, kita juga harus sadar bahwa pihak sekutu telah kehilangan, dan sedang kehilangan banyak darah selama perang.  Karena itulah, jika darah kita sendiri tak tumpah, maka hak apakah yang dapat kita miliki untuk meminta tanah di meja perundingan pasca perang?...  Kita hanya akan memiliki tanah sendiri dengan menyebabkan darah kita sendiri mengalir.84
Pendeknya, para Zionis berpikir bahwa pembunuhan massal kaum Yahudi akan memperkuat kartu mereka saat meminta daerah Palestina di akhir perang.  Karena alasan itu, mereka tak berbuat sedikit jua menyelamatkan kaum Yahudi Eropa dari Holokaus.
Ada bukti cukup kuat untuk hal ini.  Misalnya, pemimpin gerakan Zionis di Amerika, Stephen Wise, langsung menentang keras upaya-upaya Emergency Committee to Save the Jewish People of Europe (Panitia Darurat untuk Menyelamatkan Kaum Yahudi Eropa), sebuah organisasi yang didirikan para Yahudi pembaur dan pembela HAM, untuk menyelundupkan orang-orang Yahudi di wilayah Nazi ke daerah-daerah aman, sebab mereka tidak dikirim ke Palestina, namun ke tempat lain.  Peter Bergson, salah seorang pengurus panitia itu, menjadi geram, dan berkata kepada Wise: ‘Jika Anda berada di sebuah rumah yang terbakar, apa yang Anda ingin diteriakkan orang-orang di luar, ‘Selamatkan orang-orang yang terbakar itu?’ atau ‘Selamatkan orang-orang yang terbakar itu dan bawa ke Hotel Waldorf Astoria?’85
Ringkasnya, para pemimpin Zionis jelas-jelas mengkhianati bangsanya sendiri yang menderita dan mati karena kebengisan Nazi.  Kenyataan itu masih diungkapkan sekarang ini oleh orang-orang Yahudi yang menentang Zionisme, yang juga meminta penjelasan atas pengkhianatan itu.  Contohnya, terbitan-terbitan organisasi Yahudi Neturei Karta, yang dibentuk oleh kaum Yahudi saleh penentang Zionisme dan negara Israel, kerap merujuk ke persekutuan Nazi-Zionis.  Menurut pandangan Neturei Karta, Zionisme itu gerakan tak beragama yang disusun para ateis, yang bertanggungjawab atas pengkhianatan terhadap kaum Yahudi yang terburuk dalam sejarah.  Pengkhianatan itu termasuk persekongkolan Nazi-Zionis dan kebijakan pendudukan negara Israel yang membahayakan keselamatan kaum Yahudi.  (Untuk rinciannya, lihat http://www.netureikarta.org).
Sejarah kelam Zionisme ini menyingkapkan satu fakta terpenting: Zionisme dan negara Israel tak berhak sama sekali mengambil keuntungan dari Holokaus Yahudi yang mengerikan itu dan menggunakannya sebagai alat propaganda sambil menutupi kejahatan sendiri. 
Pada dasarnya, Zionisme tak berhak mengeruk keuntungan dari Holokaus untuk kepentingan sendiri.
Pemanfaatan Holokaus oleh Kaum Zionis
Holokaus kaum Yahudi itu sebuah fakta, sebuah tragedi kemanusiaan yang tak boleh pernah dilupakan atau diremehkan.  Ini sebuah luka terbuka bagi seluruh umat manusia, tak hanya kaum Yahudi, dan harus dipandang demikian.
Akan tetapi, pemanfaatan Holokaus untuk tujuan-tujuan politik atau ekonomi, dan penggunaannya sebagai alat propaganda, sepenuhnya tak dapat diterima.  Perbuatan itu akan menjadi pengkhianatan terburuk yang terbayangkan terhadap para korban, khususnya jika para pelakunya kaum Zionis yang pernah bersekongkol dengan kaum Nazi.
Apa yang kami maksudkan dapat dipahami dari pernyataan-pernyataan resmi Israel.  Telah diketahui bahwa Israel adalah negara penjajah yang menduduki tanah-tanah Arab sejak 1967.  Lebih lagi, Israel telah mempertahankan pendudukan itu dengan cara-cara paling kejam dan melancarkan pemusnahan jangka panjang bangsa Palestina.  PBB telah mengeluarkan banyak resolusi yang mengecam Israel, namun tak satu pun berhasil menghentikan terornya.
Sebagai tukaran kebijakan itu dan memenangkan simpati dunia, Israel bergantung kepada Holokaus.  Tragedi 5,5 juta orang Yahudi yang mati dibunuh Nazi digunakan Israel sebagai propaganda psikologis untuk mengecilkan kejahatannya sendiri.  Setiap presiden atau perdana menteri negara lain yang mengunjungi Israel akan dibawa ke Museum Holokaus Yad Vashem.  Penulis Israel, Benjamin Beit-Hallahmi, menyingkapkan tujuan di baliknya:
‘Setiap perjalanan resmi ke Israel dimulai dengan kunjungan ke Yad Vashem.  Itulah persinggahan pertama di jalan dari bandara ke hotel mana pun di Yerusalem.  Alasan upacara itu adalah menegaskan hubungan Israel dan Holokaus, dan memperlihatkan negeri ini sebagai sebuah surga bagi mereka yang selamat darinya.  Tujuan kedua adalah menimbulkan rasa bersalah dalam diri pengunjung.’ 86
Cara ini tak hanya digunakan oleh Israel, namun juga ‘lobi Israel’ di negara-negara Barat.  Cara ini mendapat banyak kecaman dari orang-orang Yahudi yang memandang keadaan ini dengan lebih jujur.

Sampul buku Industri Holocaust: Refleksi Eksploitasi Penderitaan Yahudi, oleh Norman Finkelstein
Misalnya, Esther Benbassa, direktur mata kuliah Kajian Yahudi Modern di Ecole Pratique des Hautes Etudes di Perancis, menyatakan dalam sebuah artikel harian Liberation terbitan 11 September 2000 bahwa ‘Holokaus kaum Yahudi telah diubah menjadi sebuah agama.’  Ia melanjutkan: ‘Menempatkan diri sebagai korban telah menyelamatkan setiap orang Yahudi dari kecaman, sehingga juga melindungi Israel dari kecaman.’
Kecaman serupa tentang pemanfaatan Holokaus dibuat dalam buku Selling the Holocaust: From Auschwitz to Schindler, How History is Bought, Packed and Sold (Menjual Holokaus: Dari Auschwitz Hingga Schindler, Bagaimana Sejarah Dibeli, Dikemas, dan Dijual) oleh Regu Cole, seorang pejabat US Holocaust Memorial Museum.  Di buku terbitan tahun 1999 itu, Cole menjelaskan bagaimana Holokaus telah dijadikan barang dagangan dan mengecam keras gejala ini.
Kesimpulan
Dalam bab ini, kita telah membahas tentang garis-garis besar Holokaus kaum Yahudi di Jerman zaman Nazi.  Ratusan buku tentunya dapat ditulis tentang masalah itu yang merinci kebengisan Nazi.  Namun, bahkan informasi yang dirangkum di sini cukup untuk menunjukkan bahwa Holokaus adalah salah satu peristiwa paling mengerikan dalam sejarah.
Akan tetapi, kita harus waspadai satu hal.  Sejumlah orang berupaya mengeruk keuntungan dari peristiwa mengerikan itu dan menggunakannya demi tujuan-tujuan ekonomi dan politik mereka.  Mereka sama sekali tak berhak berbuat demikian, sebab sesungguhnya merekalah yang mengipasi api anti-Semitisme dengan bersekongkol dengan Nazi sepanjang tahun 1930-an, dan meninggalkan kaum Yahudi Eropa sendirian ketika genosida dimulai.  Mereka, para Zionis, berharap menggunakan satu tindakan genosida untuk membenarkan genosida lainnya (pembersihan etnis yang sedang dilakukan Israel di Palestina), dal itu sama sekali tak dapat diterima.
Dua hal yang harus dilakukan untuk menunjukkan ketaksahihan propaganda Zionis:
1)  Mengungkapkan persekongkolan Nazi–Zionis,
2)  Menghentikan pemanfaatan genosida yang dilancarkan selama Perang Dunia II sebagai ‘alat pengeruk keuntungan’ dan menyingkapkan fakta-fakta sejarah.
Di bab pertama buku ini, kita membahas rincian persekongkolan Nazi–Zionis.  Di bab kedua ini, kita berurusan dengan genosida yang dilancarkan selama Perang Dunia II.  Akan tetapi, satu fakta penting lainnya perlu diperjelas untuk memahami fakta-fakta sejarah dan menghentikan masalah ini dipakai sebagai alat pengeruk keuntungan: Kaum Yahudi bukanlah satu-satunya korban Nazi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar